Dalam hal kesehatan, pilihan masyarakat saat ini
hanya ada dua. Menjaga kesehatan dengan obat-obatan warung atau mengeluarkan
biaya berjuta-juta untuk opname di rumah sakit. Dalam pandangan thibbun nabawi
kedua pilihan tersebut jelas salah. Namun hal itulah yang ditempuh hampir 100%
masyarakat kita. Tidak heran jika mereka hingga kini belum mengenal konsep
thibbun nabawi.
Ketika ditanyakan, apakah bapak dan ibu pernah
berbekam? Jawabnya adalah: belum. Mengapa? Mahal biayanya, 50 ribu. Sering
mengkonsumsi madu, habbatus sauda atau zaitun? Belum! Harganya mahal, 35 ribu
sebotol isi 60 kapsul. Jadi, tiap kapsulnya 500 perak.
Dari jawaban tersebut jelaslah mereka adalah
pengguna obat warung. Pusing, pergi ke warung beli obat. Diare, pergi ke warung
beli obat. Nyeri gigi, pergi ke warung beli obat. Obat-obat warung menjadi
solusi gangguan kesehatan, apapun bentuknya, karena harganya yang murah, seribu
dapat 5 biji, dan khasiatnya cespleng.
Obat-obatan warung tidak ubahnya seperti bom
waktu. Masyarakat menganggapnya sebagai solusi masalah kesehatan, mengobati
segala macam penyakit. Yang selama ini luput dari perhatian masyarakat adalah
bahwasanya pusing, pilek, batuk, diare dll; hanyalah alarm yang menunjukkan
adanya kerusakan organ dalam tubuh. Diare adalah tanda banyaknya toksid dalam
perut. Pusing adalah tanda tersumbatnya oksigen ke otak. Flu dan batuk adalah
tanda menumpuknya toksid dalam paru-paru.
Masyarakat mau ambil gampangnya saja. Mereka tidak
peduli dengan toksid yang menumpuk dalam tubuh dan tidak peduli adanya
kerusakan organ dalam tubuh. Yang mereka atasi hanyalah gejalanya. Pokoknya
pusing, flu, batuk, pilek dan diare hilang. Selain itu mereka bisa bekerja lagi
dan mengumpulkan uang untuk kebutuhan anak istri.
Jadilah untuk sehari-hari kesehatannya ditopang
dengan obat-obat warung. Sedikit-sedikit pergi ke warung membeli obat manakala
merasa kesehatannya terganggu. Masyarakat tidak sadar obat-obat tersebut
hanyalah menghilangkan gejala, bukan menyembuhkan penyakit dan memperbaiki
organ kerusakan tubuh. Tanpa disadari, kondisi organ tubuh menurun dan terjadi
kerusakan secara pelan-pelan.
Sebagaimana bunyi sebuah ungkapan, penyesalan
selalu terjadi kemudian. Bom waktu itu meledak. Terjadi serangan jantung,
terjadi stroke, terjadi gagal ginjal, asam urat tinggi, kanker paru-paru dll;
yang tentunya tidak bisa lagi diatasi dengan obat-obat warung. Akhirnya ia
dibawa ke rumah sakit untuk menjalani berbagai tindakan penyelamatan: opname,
operasi, pembedahan, masuk ICU. Biayanya pun berjuta-juta, boleh jadi hingga
ratusan juta, sehingga harus menjual mobil dan rumah.
Bisa dibayangkan, akankah terjadi kesembuhan dan
pulih seperti sedia kala? Yang lebih sering terjadi adalah sekedar membeli
waktu sehari dua hari hingga sebulan dua bulan. Ia harus cuci darah, semula
sekali sebulan, kemudian sebulan dua kali, sebulan tiga kali, sepekan sekali
hingga dua hari sekali. Atau harus menjalani kemoterapi beberapa kali hingga
rambutnya rontok dan badannya kurus kering.
Akhirnya dokter dan pihak rumah sakit angkat tangan. Pasien disarankan
keluar dari rumah sakit, pulang ke rumah dan berobat di tempat lain. Inilah
pilihan masyarakat saat ini: obat warung dan opname di rumah sakit. Disinilah
diperlukan dakwah thibbun nabawi agar ummat mulai belajar menjaga kesehatan
sehingga tidak sakit dan dapat sehat sepanjang hayat. Seperti Rasulullah
junjungan kita yang tidak pernah sakit sepanjang hayatnya, apalagi harus opname
hingga melakukan berbagai tindakan operasi.
Posting Komentar