Tanggal 21 Ramadhan ini Zaura Aviscenna Ma’shumah genap 3
tahun. Setiap saat saya kagum dengan perkembangan usianya. Ia sangat berbeda
dengan 5 orang kakaknya. Ia tidak pernah sakit bahkan dengan perubahan cuaca
yang ekstrim yang sering terjadi di sekeliling kami. Di tempat kami cuaca
sangat sering tiba-tiba menjadi sangat dingin padahal sehari-harinya hangat.
Jika kondisi ini muncul, biasanya saya tidak bisa kerja karena tubuh terasa
membeku. Yang bisa dilakukan hanyalah menghangatkan tubuh, berselimut,
bermalas-malas di tempat tidur, minum kopi hangat, dan menunggu matahari
memanaskan bumi sekitar pukul 10-11.
Saya lihat Zaura tidak merasa kedinginan. Ia beraktifitas
seperti biasa, bermain-main, melompat-lompat dan berteriak. Ia bahkan selalu
tidak berselimut saat tidur. Jika terasa ada yang menyelimuti maka langsung
selimut itu ia sibakkan. Saya sering pegang kakinya saat tidur dan terasa
dingin sehingga langsung saya selimuti. Namun seketika itu pula selimut ia
sibakkan. Usaha maksimal saya hanyalah selalu memakaikan celana panjang
padanya.
Saya bandingkan dengan 5 orang kakak-kakaknya yang lain.
Saya ingat betapa repotnya mengurus kesehatan mereka saat balita dulu. Setiap
hari ada saja diantara mereka yang sakit demam, flu atau batuk dan harus saya
bawah ke klinik jaga atau puskesmas. Kartu-kartu berobat mereka sampai saya
rawat dengan baik: ada 5 anak, ada sekian puskesmas rujukan, klinik, dokter dan
rumah sakit rujukan. Jumlahnya mencapai sekitar 25 kartu, tersimpan di dekat
cermin dengan tujuan mudah diambil saat mereka sakit.
Apa yang terjadi jika anak-anak balita sakit? Tentu yang
pertama adalah khawatir jika sakitnya menjadi parah, harus dirujuk ke rumah
sakit dan menjalani rawat inap. Selain itu aktifitas kerja orang tuanya
terganggu, keuangan keluarga terganggu, suasana rumah menjadi kelabu dsb. Belum
lagi jika 2-3 bahkan kelima anak sakit bersamaan karena – katanya – sedang
musim sakit.
Saya mencoba mengingat apa yang membedakan perlakuan kami
pada Zaura dan ke-lima saudaranya. Jawabannya adalah karena kami telah mengenal
herba saat kehamilan Zaura. Anak-anak kami lahir tahun 1990 (Muti), 1992
(Syifa), 1993 (Oci), 1999 (Zaki), 2001 (Bilqis) dan 2010 (Zaura). Saya mengenal
herba, dikenalkan oleh Ust Zulfikar Anto dan berguru pada Tuan Haji Ismail,
pada tahun 2002 saat Bilqis kecil menderita kebocoran jantung.
Zaura memang anak herba. Sejak mengandung, Umi selalu
menjaga nutrisi kandungannya dengan banyak-banyak mengkonsumsi kurma,
spirulina, madu dan berbagai herba lainnya. Umi hanya berkonsultasi dengan Ibu
Tati, paraji kampung yang praktek di klinik kami, tentang kehamilannya. Jadi,
sama sekali tidak ada obat kimia yang masuk dalam tubuhnya, walaupun sekedar
vitamin atau suplemen.
Sedangkau bayi Zaura tidak pernah sekalipun di-vaksin sejak
kelahirannya. Alhamdu lillah perjalanan kesehatannya cukup baik, bahkan sangat
baik. Tidak pernah demam, pilek, flu atau batuk. Padahal bayi-bayi lain
memiliki rutinitas sakit, setiap 2 pekan sekali. Saya sampai heran dengan kesehatannya
yang prima sebab jarang dijumpai balita yang tidak pernah sakit.
Dalam hal bermain dan makanan, Zaura tidak berbeda dengan
anak-anak lain. Ia juga sering jajan sembarangan karena orang tuanya sibuk
sehingga lupa mengawasi. Ia juga sering kekurangan buah-buahan sehingga
sembelit. Namun semua masalah itu bisa dia lewati dengan cepat. Saat demam,
cukuplah diurut dan diberi minum banyak-banyak, saat itu juga dia langsung
sehat lagi.
Terbayang anak-anak kita pada umumnya yang sejak dalam
kandungan pun – tanpa disadari – telah “dilemahkan”. Ibunya diberi berbagai
macam suplemen yang disebutkan sebagai penguat kandungan. Setelah anak lahir,
berbagai jenis vaksin sudah menanti dengan alasan untuk membentengi serangan
berbagai macam penyakit.
Adakah yang salah dengan proses penciptaan manusia oleh
Allah sehingga kita harus “membantu-Nya” dengan berbagai vitamin dan vaksin. Dalam
QS. Al Furqan [25]: 2 disebutkan bahwa segala sesuatu yang Allah ciptakan sudah
terukur dan sesuai dengan kadarnya.
“……… dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia
menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya”.
Jelaslah bahwa dalam hal penciptaan, termasuk penciptaan
manusia, Allah tidak memerlukan pertolongan ataupun asisten. Adanya campur
tangan pihak lain bahkan menyebabkan rusaknya hasil ciptaan-Nya. Pada awal
penemuan obat aspirin yang ampuh meredam rasa nyeri, ibu-ibu hamil di Jerman
banyak mengkonsumsi obat ini untuk mengurangi rasa nyeri saat hamil. Ternyata
kemudian banyak dijumpai bayi lahir dalam keadaan cacat, tidak lengkap organ
tubuh dsb.
Allah sangat gamblang menerangkan penciptaan manusia. Salah
satu yang harus digarisbawahi ialah Dia meletakkan janin manusia itu dalam
tempat yang kokoh, yaitu rahim. Banyak ahli yang sok pintar mengkhawatirkan
kondisi janin dalam rahim seorang ibu sehingga memberinya berbagai vitamin dan
suplemen kimiawi pada ibu hamil. Adanya tindakan operasi caesar pada saat
melahirkan pun merupakan bukti kurang adanya iman pada Allah. Jika saatnya tiba
Allah akan mengatur proses kelahiran bayi dengan segala kekuasaan-Nya. Seorang
ibu akan melahirkan dengan cara aman dan mudah.
“Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat”, QS. Al Mu’minun [23]: 12-16.
Jika kemudian dijumpai anak-anak yang cacat
sejak lahir, anak-anak yang lemah, sakit-sakitan ---- disisi lain ada anak-anak
yang tidak divaksin, anak-anak herbal yang tumbuh dengan sangat sehatnya dan
tidak pernah sakit ----- pertanyaannya adalah: benarkah ada upaya serius untuk
melemahkan anak cucu kita dengan sangat sistematis sehingga kita sendiri tidak
merasa sebagai korban? Wallahu a’lam.
Posting Komentar