ALLAH YANG MENYEMBUHKAN (BUKAN DOKTER ATAU OBAT)

Selasa, 23 Juni 20090 komentar


Banyak orang yang datang ke klinik bertanya obat apa yang manjur untuk penyakitnya? Pertanyaan ini tentu saja wajar karena setiap orang yang sakit pasti ingin cepat sembuh. Menjadi tidak wajar jika kemudian pasien tersebut bercerita bahwasanya ia telah berobat kemana-mana, menjumpai banyak dokter dan terapis, mengkonsumsi berbagai macam obat; namun penyakitnya belum juga sembuh. Bahkan ia telah menjual rumahnya, menjual mobilnya, sampai istrinya minta cerai dan anaknya terlantar; namun kesembuhan belum juga didapat.
Kenyataan inilah yang terdapat di kalangan umat Islam: ketika sakit yang diingat hanyalah mendapatkan kesembuhan sesegera mungkin. Mungkin saja berobat dengan hal-hal yang subhat, tidak jelas halal haramnya. Jika berobat dengan daging babi rasanya mustahil, namun jika disuruh menggunakan terapi air seni boleh jadi akan dijalani. Yang penting mendapatkan kesembuhan.
Baiklah kita ingat firman Allah dalam QS. Asy Syu'ara [26]: 80,
"Dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkan aku", QS. Asy Syu'ara [26]: 80.
Berangkat dari ayat inilah seharusnya kita mengupayakan kesembuhan. Bahwasanya penyakit itu datang dari Allah dan akan "pergi" juga dengan izin Allah Swt. Dimanakah kedudukan pengobatan yang kita lakukan? Tak lebih sebagai suatu upaya yang memang juga Dia perintahkan. Dalam praktek pengobatan ini setiap terapis bekerja sesuai dengan kemampuannya, tidak boleh lebih, dan selebihnya diserahkan kepada Allah Swt.
Tidak boleh seorang terapis mengatakan, "Obat ini pasti menyembuhkan penyakit Bapak!" atau "Operasi ini dijamin akan menghilangkan kanker Ibu!".
Selain Allah sebagai Sang Khalik, semua yang ada adalah makhluk-Nya. Ada dan tiadanya makhluk tergantung pada-Nya. Manusia sebagai "ahsani taqwim", ciptaan-Nya yang terbaik, tentunya harus bijaksana dalam berhadapan dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain, seperti virus, bakteri, sel-sel kanker atau pembuluh darah yang tersumbat. Benarlah makhluk-makhluk tersebut sebaiknya enyah dari tubuh kita, namun dalam upaya menghilangkannya tetaplah ada aturan dan batasan.
Allah dan Rasul telah menetapkan batasan itu, misalnya: berobatlah dengan madu, berbekamlah atau berobatlah dengan habbatus sauda. Tentang madu Allah Swt berfirman dalam QS. An Nahl [16]: 69,
"Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan" QS. An Nahl [16]: 69.
Sebagai orang beriman, yang pertama harus dilakukan adalah mengimani ayat tersebut. Baiklah kita berobat dengan madu, dengan habbatus sauda, dengan bekam dsb; karena Allah telah berfirman dan Rasulullah telah mencontohkan. Janganlah kita terburu-buru menolaknya karena merasa pandai dan tahu obatnya yang menurut kita lebih manjur.
Terkadang kita menganggap obat itu ada di Kutub Utara atau Kutub Selatan, maka kita kumpulkan segenap kekuatan untuk menggapainya. Padahal sesungguhnya obat itu ada di depan mata kita, namun tidak kita ambil karena kita tidak meyakininya. Marilah kita yakini, yang menyembuhkan adalah Allah, bukan obat, bukan pula dokter. Jika Allah mengizinkan, air pun bisa menjadi obat, doa menjadi obat, sedekah menjadi obat. Wallahu a'lam bishawab.
Share this article :

Posting Komentar

 
TEMPLET ISLAM| Sehatkan Ummat, Jaga Akidahnya - All Rights Reserved
Supported : Mulia Holistik | Creating Website | Feri Firmansyah