APAKAH KARENA TIDAK DI VAKSIN ?

Senin, 16 September 20130 komentar

Tanggal 21 Ramadhan ini Zaura Aviscenna Ma’shumah genap 3 tahun. Setiap saat saya kagum dengan perkembangan usianya. Ia sangat berbeda dengan 5 orang kakaknya. Ia tidak pernah sakit bahkan dengan perubahan cuaca yang ekstrim yang sering terjadi di sekeliling kami. Di tempat kami cuaca sangat sering tiba-tiba menjadi sangat dingin padahal sehari-harinya hangat. Jika kondisi ini muncul, biasanya saya tidak bisa kerja karena tubuh terasa membeku. Yang bisa dilakukan hanyalah menghangatkan tubuh, berselimut, bermalas-malas di tempat tidur, minum kopi hangat, dan menunggu matahari memanaskan bumi sekitar pukul 10-11.
Saya lihat Zaura tidak merasa kedinginan. Ia beraktifitas seperti biasa, bermain-main, melompat-lompat dan berteriak. Ia bahkan selalu tidak berselimut saat tidur. Jika terasa ada yang menyelimuti maka langsung selimut itu ia sibakkan. Saya sering pegang kakinya saat tidur dan terasa dingin sehingga langsung saya selimuti. Namun seketika itu pula selimut ia sibakkan. Usaha maksimal saya hanyalah selalu memakaikan celana panjang padanya.
Saya bandingkan dengan 5 orang kakak-kakaknya yang lain. Saya ingat betapa repotnya mengurus kesehatan mereka saat balita dulu. Setiap hari ada saja diantara mereka yang sakit demam, flu atau batuk dan harus saya bawah ke klinik jaga atau puskesmas. Kartu-kartu berobat mereka sampai saya rawat dengan baik: ada 5 anak, ada sekian puskesmas rujukan, klinik, dokter dan rumah sakit rujukan. Jumlahnya mencapai sekitar 25 kartu, tersimpan di dekat cermin dengan tujuan mudah diambil saat mereka sakit.
Apa yang terjadi jika anak-anak balita sakit? Tentu yang pertama adalah khawatir jika sakitnya menjadi parah, harus dirujuk ke rumah sakit dan menjalani rawat inap. Selain itu aktifitas kerja orang tuanya terganggu, keuangan keluarga terganggu, suasana rumah menjadi kelabu dsb. Belum lagi jika 2-3 bahkan kelima anak sakit bersamaan karena – katanya – sedang musim sakit.
Saya mencoba mengingat apa yang membedakan perlakuan kami pada Zaura dan ke-lima saudaranya. Jawabannya adalah karena kami telah mengenal herba saat kehamilan Zaura. Anak-anak kami lahir tahun 1990 (Muti), 1992 (Syifa), 1993 (Oci), 1999 (Zaki), 2001 (Bilqis) dan 2010 (Zaura). Saya mengenal herba, dikenalkan oleh Ust Zulfikar Anto dan berguru pada Tuan Haji Ismail, pada tahun 2002 saat Bilqis kecil menderita kebocoran jantung.
Zaura memang anak herba. Sejak mengandung, Umi selalu menjaga nutrisi kandungannya dengan banyak-banyak mengkonsumsi kurma, spirulina, madu dan berbagai herba lainnya. Umi hanya berkonsultasi dengan Ibu Tati, paraji kampung yang praktek di klinik kami, tentang kehamilannya. Jadi, sama sekali tidak ada obat kimia yang masuk dalam tubuhnya, walaupun sekedar vitamin atau suplemen.

Sedangkau bayi Zaura tidak pernah sekalipun di-vaksin sejak kelahirannya. Alhamdu lillah perjalanan kesehatannya cukup baik, bahkan sangat baik. Tidak pernah demam, pilek, flu atau batuk. Padahal bayi-bayi lain memiliki rutinitas sakit, setiap 2 pekan sekali. Saya sampai heran dengan kesehatannya yang prima sebab jarang dijumpai balita yang tidak pernah sakit.
Dalam hal bermain dan makanan, Zaura tidak berbeda dengan anak-anak lain. Ia juga sering jajan sembarangan karena orang tuanya sibuk sehingga lupa mengawasi. Ia juga sering kekurangan buah-buahan sehingga sembelit. Namun semua masalah itu bisa dia lewati dengan cepat. Saat demam, cukuplah diurut dan diberi minum banyak-banyak, saat itu juga dia langsung sehat lagi.
Terbayang anak-anak kita pada umumnya yang sejak dalam kandungan pun – tanpa disadari – telah “dilemahkan”. Ibunya diberi berbagai macam suplemen yang disebutkan sebagai penguat kandungan. Setelah anak lahir, berbagai jenis vaksin sudah menanti dengan alasan untuk membentengi serangan berbagai macam penyakit.
Adakah yang salah dengan proses penciptaan manusia oleh Allah sehingga kita harus “membantu-Nya” dengan berbagai vitamin dan vaksin. Dalam QS. Al Furqan [25]: 2 disebutkan bahwa segala sesuatu yang Allah ciptakan sudah terukur dan sesuai dengan kadarnya.
“……… dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya”.

Jelaslah bahwa dalam hal penciptaan, termasuk penciptaan manusia, Allah tidak memerlukan pertolongan ataupun asisten. Adanya campur tangan pihak lain bahkan menyebabkan rusaknya hasil ciptaan-Nya. Pada awal penemuan obat aspirin yang ampuh meredam rasa nyeri, ibu-ibu hamil di Jerman banyak mengkonsumsi obat ini untuk mengurangi rasa nyeri saat hamil. Ternyata kemudian banyak dijumpai bayi lahir dalam keadaan cacat, tidak lengkap organ tubuh  dsb.
Allah sangat gamblang menerangkan penciptaan manusia. Salah satu yang harus digarisbawahi ialah Dia meletakkan janin manusia itu dalam tempat yang kokoh, yaitu rahim. Banyak ahli yang sok pintar mengkhawatirkan kondisi janin dalam rahim seorang ibu sehingga memberinya berbagai vitamin dan suplemen kimiawi pada ibu hamil. Adanya tindakan operasi caesar pada saat melahirkan pun merupakan bukti kurang adanya iman pada Allah. Jika saatnya tiba Allah akan mengatur proses kelahiran bayi dengan segala kekuasaan-Nya. Seorang ibu akan melahirkan dengan cara aman dan mudah.

“Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat”, QS. Al Mu’minun [23]: 12-16.

Jika kemudian dijumpai anak-anak yang cacat sejak lahir, anak-anak yang lemah, sakit-sakitan ---- disisi lain ada anak-anak yang tidak divaksin, anak-anak herbal yang tumbuh dengan sangat sehatnya dan tidak pernah sakit ----- pertanyaannya adalah: benarkah ada upaya serius untuk melemahkan anak cucu kita dengan sangat sistematis sehingga kita sendiri tidak merasa sebagai korban? Wallahu a’lam.
Share this article :

Posting Komentar

 
TEMPLET ISLAM| Sehatkan Ummat, Jaga Akidahnya - All Rights Reserved
Supported : Mulia Holistik | Creating Website | Feri Firmansyah